BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Fenomena anak jalanan dan anak panti
asuhan di Indonesia adalah hal yang harus ditanggapi secara serius karena
mereka juga calon pemimpin masa depan kita. Anak jalanan adalah seseorang yang
masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang
guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental
dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah.
Di berbagai sudut kota, sering terjadi,
anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang
atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan
rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya.
Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara
oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan
dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak
terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia
pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak).
Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak,
yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan
keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care),
kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare),
pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites),
dan perlindungan khusus (special protection).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 1998 memperlihatkan bahwa anak
jalanan secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Dua tahun kemudian,
tahun 2000, angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 5,4%, sehingga jumlahnya
menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun yang sama, anak yang tergolong rawan menjadi
anak jalanan berjumlah 10,3 juta anak atau 17, 6% dari populasi anak di
Indonesia, yaitu 58,7 juta anak (Soewignyo, 2002). Angka-angka tersebut
menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat
memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus
tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita
memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang
menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa
kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan
makalah ini yaitu:
1.
Apakah definisi dari anak jalanan?
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi anak jalanan?
3.
Apakah karakteristik anak jalanan?
4.
Bagaimana Upaya
Konseling Populasi menangani anak jalanan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari anak jalanan
2.
Untuk mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi anak jalanan
3.
Untuk mengetahui bagaimana karakteristik anak jalanan
4.
Untuk mengetahui upaya konseling populasi dalam menangani anak jalanan.
1.4Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu
agar pembaca dapat mengetahui segi kehidupan anak jalanan dan juga dapat
menambah wawasan pengetahuan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anak
Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang
masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang
guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental
dari lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak
jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997).
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat
dengan orang tua mereka.sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada
orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara
sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan
dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal
dari keluarga yang hidup di jalanan.
Pada dasarnya anak jalanan adalah anak
yang tinggal dijlanan hidup dijalanan mencari uang dijalanan untuk kebutuhan
mereka sehari-hari agar dapat melangsungkan kehidupan mereka dan tak jarang
mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya kepada mereka misalnya
mendapat kekersan fisik dari lingkungannya dalam hal ini kehidupan anak jalanan
sangat memperihatinkan.
Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan
jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang,
sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Menurut kak Seto (Komnas Anak) Lebih dari 70%
anak di Jakarta berada dalam kondisi mencemaskan dan rawan menjadi anak
jalanan, selebihnya 30% adalah anak rumahan yang tinggal dengan orang dewasa,
dan setiap saat terkadang menerima tekanan dari orang tua/orang dewasa yang tinggal
bersamanya. Kondisi kemiskinan sangat mempengaruhi pertumbuhan (kehidupan)
anak, dan karenanya sewaktu-waktu hak anak bisa terlanggar.
Kejahatan trafficking bisa saja menimpa anak
jalanan, karena mereka hidup jauh dari lingkungan keluarganya dari orang dewasa
/ orang tuanya yang seharusnya melindungi dia. Di dalam situasi kekerasan yang
dihadapi secara terus-menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah
yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka.
Berdasarkan data BPS tahun 2009 tercatat
sebanyak 7,4 juta anak terlantar,230.000 anak jalanan, 5.952 anak yang
berhadapan dengan hukum, dan ribuan anak lainnya sampai saat ini masih belum
terpenuhi hak-hak dasarnya. Situasi tersebut menunjukkan bahwa masih banyak
anak-anak berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan
mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun,
maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak
berkesudahan. Sebenarnya anak-anak jalanan hanyalah korban dari konflik
keluarga, komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang
tidak becus mengurus rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak
jalanan perlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong
pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap
anak jalanan.
2.2 Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Anak Jalanan
Sesungguhnya ada banyak faktor yang
menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti:
1.
Kesulitan
keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
2. Ketidakharmonisan
rumah tangga orang tua
3. Masalah
khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua
4. Ingin
bebas
5. Pengaruh
teman
2.3Karakteristik
Anak Jalanan
1.
Cenderung
tertutup.
2.
Nekad
hidup dijalanan demi memenuhi kebutuhan hidup.
3.
Sukar
mengendalikan diri.
4.
Jika
dilihat dari psikisnya, mereka mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk
mempunyai rasa penuh curiga.
5.
Mereka
sangat sensitive tidak berpikir panjang (berani mengambil resiko) dan
mereka merupakan orang yang mandiri.
6.
Suka
berada dijalanan daripada disekolah, walaupun ada juga yang sekolah.
7.
Penampilannya
umumnya tidak terlalu diperhatikan.
8.
Suka
berada ditempat yang kumuh.
2.4Upaya
Konseling Populasi Menangani Anak Jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah
anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi
(penghilangan harkat manusia). Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup
dalam suasana kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi
proses tumbuh kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung
dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan berbagai pihak seperti sesama
teman, preman atau oknum aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan
segala bentuk penindasan lainnya.
Untuk menangani permasalahan anak
jalanan harus diakui
bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan,
baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun Orang per
orang untuk membnatu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi
penderitaan mereka. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer,
segmenter, dan terpisah, maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal.
Menurut Tata Sudrajat (1996), selama
ini beberapa pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan
anak-anak jalanan adalah sebagai berikut:
1.
Street
based,
yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau
tinggal, kemudian para street educator
datang kepada mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan
menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.
2.
Centre
based,
yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak
yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau
panti seperti pada malam hari diberikan makanan dan perlindungan, serta
perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial.
3.
Community
based,
yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama
kelurga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni
mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.
Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk
meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan
memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan
kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh, dan
memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Anak jalanan adalah seseorang yang
masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang
guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental
dari lingkunganya.
Berdasarkan hasil penelitian, secara
garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.)
1997) yaitu children on the street,
children of the street, children from families of the street.
3.2 Saran
Penulis sebagai penyusun makalah ini berharap makalah ini dapat dimanfaatkan
sesuai dengan fungsinya. Dan juga Dengan ditanganinya dengan baik masalah
anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan sosial serta
stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Suyanto,
Bagong.
2010. Masalah
Anak Sosial.
Jakarta: Kencana
Sunarto,
Kamanto.
2004. Pengantar Sosiologi. (Ed.
Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Rudy
Tejalaksana, Konseling Bagi Anak-Anak
Panti Asuhan, (online), tersedia : http://his-shelter-community.blogspot.com/2009/12/pelayanan-konseling-bagi-anak-anak.html
http://alpadlimhmd.blogspot.co.id/2016/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html (diakses 13 maret 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar