PENGARUH
LAYANAN KELOMPOK DALAM MENGURANGI PERILAKU BULLYING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK
ROLE PLAYING
KELAS VIII
SMP NEGERI 17 KENDARI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial,
fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus
dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan
melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya
sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangannya, remaja akan melewati
beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan
mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang
ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat.
Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil. Karena masa ini
merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan
mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya baik yang bersifat positis
maupun negatif akan diterima dan dianggapi oleh remaja sesuai dengan
kepribadian masing-masing. Remaja dituntut untuk menentukan dan membedakan yang
terbaik dan yang buruk dalam kehidupannya. Disinilah peran lingkungan sekitar
sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan
kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara
wajar didalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang
dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan
yang memadai. Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah
dikalangan remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media.
Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya
bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat
dan berkesinambungan dari akar persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di
kalangan peserta didik. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child
abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’
atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya
bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis.
Bullying secara sederhana diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan
untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma
dan tidak berdaya. Perilaku bullying yang ditemukan oleh guru BK di SMP Negeri
17 Kendari ialah, pelaku menghina dan mencaci maki teman sebaya (korban) ,
korban dipanggil dengan panggilan yang bersifat menghina seperti monyet,
anjing, dan najis.
Bullying merupakan masalah kesehatan publik yang
perlu mendapatkan perhatian karena
orang-orang yang menjadi korban bullying kemungkinan akan menderita depresi dan
kurang percaya diri serta akan mengalami kesulitan dalam bergaul.
Diperlukan kebijakan menyeluruh yang melibatkan seluruh
komponen sekolah mulai dari guru, siswa, kepala sekolah sampai orang tua murid,
yang tujuannya adalah untuk dapat menyadarkan seluruh komponen sekolah tentang
bahaya dari perilaku bullying. Kebijakan tersebut dapat program anti bullying
di sekolah antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman
konsekuensi serta komunikasi yang bisa dilakukan efektif antaralain dengan
kampanye stop bullying di lingkungan sekolah dengan spanduk, slogan stiker dan
workshop bertemakan stop bullying serta memberikan layanan bimbingan kelompok
melalui teknik role playing. Semuanya dilakukan dengan tujuan paling tidak
dapat meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali perilaku bullying di
sekolah. Diharapkan dengan adanya kebijakan itu sekolah bukan lagi tempat yang
menakutkan dan membuat trauma tapi justru menjadi tempat yang aman dan
menyenangkan bagi siswa, merangsang keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan
mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial ataupun emosional.
Mengingat pentingnya upaya untuk menanggulangi perilaku
bullying dikalangan siswa, maka perlu adanya solusi yang efektif untuk
menanggulanginya. Sehingga peneliti mengambil salah satu solusi yang dapat
dilakukan ialah melalui pemberian layanan bimbingan kelompok teknik role
playing. Role playing dalam penelitian adalah mendramatisasi tingkah laku untuk
mengurangi perilaku bullying dengan cara memainkan peran dalam sebuah cerita.
Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami dan menafsirkan perannya
masing-masing, serta pencarian solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam
pelaksanaannya peneliti berperan sebagai fasilitator, serta membantu siswa
membina hubungan dengan orang lain, mengembangkan empati, bertanggung jawab,
dan mengendalikan diri.
1.2 Rumusan
Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas maka dalam
penelitian ini rumusan masalahnya adalah : Apakah pemberian layanan bimbingan
kelompok teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying di SMP Negeri
17 Kendari?
1.3 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan, maka
tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah bimbingan
kelompok teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying di SMP Negeri
17 Kendari.
1.4 Manfaat
Penelitian
A. Dari
Segi Teoritis
1)
Memberikan
masukan kepada guru BK di SMP Negeri 17 Kendari untuk upaya mengurangi perilaku
bullying disekolah.
2)
Memberikan
sumbangan penelitian bagi dunia pendidikan khususnya jurusan bimbingan dan
konseling.
B. Dari
Segi Praktis
Memberikan
informasi atau gambaran bagi kepala sekolah, dan guru BK dalam menentukan pemberian layanan bimbingan kelompok
dengan teknik role playing untuk mengurangi perilaku bulying.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Bullying
A. Perilaku
Bullying
Perilaku identik dengan tingkah laku, akhlak, budi
pekerti, dari keempat pengertian diatas pada dasarnya mempunyai makna sama
yaitu perbuatan yang terlihat dalam kenyataan. Dengan kata lain perilaku
merupakan keseluruhan tabiat dan sifat seseorang yang tercermin dalam ucapan
dan tindak tanduknya.
Dengan beberapa tahun terakhir, fenomena school bullying
mulai mendapat perhatian peneliti, pendidik, organisasi perlindungan, dan tokoh
masyarakat. Pelopornya adalah professor dan Olweus dari University of Begen
yang sejak 1970-an di Skandinavia mulai memikirkan secara serius tentang
fenomena bullying di sekolah, yang kemudian di sebut dengan istilah school
bullying. Kata bullying berasal dari bahasa inggris, yaitu dari kata bull yang
berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya
diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan negara lain
seperti norwegia, finlandia, dan denmark yang menyebut bullying dengan istilah
mobbing atau mobbning. Istilah aslinya berasa dari bahasa inggris, yaitu mob
yang menekankan bahwa biasanya mob adalah kelompok orang yang anonim dan
berjumlah banyak serta terlibat kekerasan.
Dalam bahasa indonesia, secara etimologi kata bully
berarti penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Istilah bullying
dalam bahasa indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari kata sakat) dan
perlakuan (bully) disebut penyalat. Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan
merintangi orang lain.
Secara terminologi menurut Tattum (dalam Ardy Wiyani,
2012:12) bullying adalah “the willful, concious desire to hurt another and put
him/her under stress” (“sengaja secara sadar ingin melukai orang lain atau
membuat orang lain tertekan”).
Kemudian, Dan Olweus (dalam Ardy Wiyani, 2012: 12) juga
mengatakan hal serupa bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan
seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi
berulang-ulang, repeated during successive encounters (dilakukan berulang
kali).
Berdasakan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang
secara berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan
menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik.
B. Fenomena
Bullying
Salah satu fenomena yang menyita perhatian di dunia
pendidikan zaman sekarang adalah kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh
guru terhadap siswa, maupun oleh siswa lainnya. Maraknya aksi tawuran dan
kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang semakin banyak
menghiasi deretan berita dihalaman media cetak maupun elektronik menjadi bukti
telah tercabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Tentunya kasus-kasus kekerasan
tersebut tidak saja mencoreng citra pendidikan yang selama ini dipercaya oleh banyak kalangan sebagai sebuat
tempat dimana proses humanisasi berlangsung, tetapi juga menimbulkam sejumlah
pertanyaan, bahkan gugatana dari berbagai pihak yang semakin kritis
mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah dewasa ini.
Hasil konsultasi komisi Nasional Perlindungan Anak dengan
anak-anak di 18 Provinsi di Indonesia pada 207 (dalam Ardy Wiyani, 2012: 17)
memperlihatkan bahwa sekolah juga bisa menjadi tempat yang cukup berbahaya bagi
anak-anak, jika ragam kekerasan di situ tidak diantisipasi. Bahkan Hironimus
Sugi dari Plan Internasional (dalam Ardy Wiyani, 2012: 17) menyimpulkan, kasus
kekerasan terhadap anak-anak disekolah menduduki peringkat kedua setelah kekerasan
pada anak-anak dalam keluarga. Padahal jika siswa-siswa kerap menjadi korban
kekerasan, meraka dapat memiliki watak keras dimasa depan. Hal ini secara
kolektif akan berdampak buruk terhadap kehidupan bangsa.
Berdasarkan kenyataan diatas, kekerasan (bullying)
seolah-olah sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
anak-anak di zaman yang penuh persaingan ini. Kiranya, perlu dipikirkan
mengenai resiko yang dihadapi anak, dan selanjutnya dapat dicarikan jalan
keluar untuk memutuskan rantai kekerasan yang saling berkelindan tanpa
habis-habisnya.
2.2 Bimbingan Kelompok
A. Pengertian
Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang
diberikan pada individu dalam situasi kelompok (Romlah, 2006: 3). Sedangkan
Winkel (1991: 71) mengatakan bahwa “bimbingan adalah proses membantu orang per
orang dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungannya”. Bimbingan kelompok
menekankan bahwa kegiatan bimbingan kelompok lebih pada proses pemahaman diri
dan lingkungannya yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang disebut
kelompok. Apabila konseling perorangan menunjukkan layanan kepada individu atau
klien orang perorang, maka bimbingan kelompok mengarahkan layanan kepada
sekelompok individu. Menurut Gazada (Romlah, 2006: 3) bimbingan kelompok
merupakan kegiatan pemberian informasi tentang pendidikan, karier, pribadi, dan
sosial. Informasi tersebut diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki dan
mengembangkan pemahaman diri individu dan pemahaman terhadap orang lain.
Sukardi (2002: 48) menjelaskan bahwa: “layanan bimbingan
kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama memperoleh bahan dari narasumber tertentu (terutama guru
pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik
individu sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat serta untuk
mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan”.
Dengan layanan bimbingan kelompok siswa dapat
memanfaatkan dinamika kelompok semaksimal mungkin dalam memecahkan masalahnya.
Melalui layanan bimbingan kelompok para siswa dapat memanfaatkan semua
informasi, tanggapan, dan reaksi siswa lainnya untuk memecahkan masalah.
Kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu
mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Bimbingan kelompok
diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal. Vokasional,
dan sosial. Kegiatan dalam bimbingan kelompok dikatakan sebagai pemberian
informasi untuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.
Bimbingan kelompok dapat memberikan kemudahan bagi
pertumbuhan dan perkembangan klien (anggota kelompok), dimana dalam bimbingan
kelompok ini klien boleh mempergunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan
pengertian dan penerimaan nilai-nilai, cita-cita atau tujuan, serta sikap
tingkah laku yang nyata.
Dalam pelaksanaannya bimbingan kelompok merupakan bantuan
terhadap individu yang dilaksanakan secara kelompok. Bimbingan kelompok dapat
berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok yang membahas
masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. Bimbingan kelompok
juga dapat dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan,
aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karir, ataupun
kehidupan. Aktivitas kelompok itu sendiri dapat diarahkan untuk memperbaiki dan
mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri serta
pengembangan diri.
Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu
adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan
sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang
bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal baik
itu dalam menyusun rencana maupun pengambil keputusan yang tepat.
B. Tujuan
Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan agar dapat memungkinkan
sejumlah siswa secara bersama-sama menuntaskan masalah melalui prosedur
kelompok yang dipimpin oleh pimpinan kelompok yang berguna untuk menunjang
dalam kegiatan belajar siswa serta melatih siswa untuk dapat mengambil
keputusan yang tepat.
Adapun tujuan bimbingan kelompok dibagi menjadi 2, yakni:
1)
secara
umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu para siswa yang mengalami
masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi
masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam
kegiatan ini, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
2)
secara
khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
·
Melatih
siswa dapat bersikap terbuka didalam kelompok
·
Melatih
siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok
khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.
·
Melatih
siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.
·
Melatih
siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
·
Melatih
siswa memperoleh keterampilan sosial.
·
Membantu
siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
(Prayitno; 1994: 117)
Sedangkan menurut sukardi:
“Layanan bimbingan
kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh
berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat
untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar,
anggota keluarga dan masyarakat.” (sukardi, 2003: 48).
Dapat disimpulkan
bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat
berlatih berbicara, menanggapi, memberi, menerima pendapat orang lain, membina
sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada
gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan
perilaku komunikasi antarpribadi yang dimiliki.
2.3 Pengertian
Role Playing
Role playing merupakan metode bimbingan konselin kelompok
yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam
kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat mengenali
tokohnya.
Dalam bidang pendidikan (termasuk bimbingan dan
konseling), role playing merupakan model pembelajaran di mana individu (siswa)
memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya
pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan (termasuk
keterampilan problem solving), menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada
orang lain bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang harus
berprilaku (Arjanto, 2011 dalam http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/ permainan-peran-role-playing-model.html).
Dalam teknik role playing berakar pada dua dimensi yaitu
dimensi pribadi dan sosial. Dimensi pribadi membantu anak menemukan makna dari
lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya dan belajar memecahkan masalah
pribadi yang sedang dihadapi dengan bantuan kelompok sosial. Dari dimensi
kelompok atau sosial, yaitu teknik role playing memberikan peluang kepada anak
untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial terutama mengenai hubungan
antar pribadi.
Muhibbin Syah (2010: 193) mengungkapkan “bermain peran
merupakan upaya pemecahan masalah, khususnya yang bertalian dengan kehidupan
sosial melalui peragaan tindakan. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan
melalui tahapan-tahapan:
1)
Identifikasi/pengenalan
masalah,
2)
Uraian
masalah,
3)
Pemeranan/peragaan
tindakan,
4)
Diskusi
dan evaluasi”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, pengertian role
playing ialah mendramatisasikan tingkah laku untuk mengembangkan konsep diri
siswa menjadi positif dan meningkatkan stabilitas emosional siswa. Dengan
dramatisasi, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu
peranan tertentu. Melalui role playing, siswa diharapkan memiliki kesempatan
untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga perilakunya yang
negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi halus dan tidak
emosian, siswa yang tidak dapat berempati menjadi dapat bersikap empati, yang
kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung jawab, siswa yang
kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, siswa yang interpersonal
skillnya rendah bisa menjadi bagus.
Menurut shaftel & shaftel (dalam Muhibbin Syah, 2010:
193-195), ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan model
bermain peran, yaitu:
1)
Memotivasi
kelompok, dalam merangsang minat siswa terhadap kegiatan bermain peran, guru
perlu menawarkan masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus memiliki
kriteria sebagai berikut.
·
Masalah-masalah
itu aktual
·
Masalah
itu berkaitan dengan kehidupan siswa
·
Masalah
itu merangsang rasa ingin tahu siswa
·
Masalah
itu bersifat problematika dan memungkinkan terpakainya berbagai alternatif
pemecahan.
2)
Memilih
pemeran (pemegang peranan/ aktor). Pada tahap kedua ini, bersama-sama para
siswa, guru mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan diperankan.
Sesuai karakter-karakter ini disepakati, selanjutnya guru menawarkan peran-peran
tersebut kepada siswa yang layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan
jasa satu dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih siapa-siapa saja
yang pantas menjadi aktor “X”, aktor “Y”, dan seterusnya.
3)
Mempersiapkan
pengamat dalam melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya pengamat
yang diambil dari kalangan siswa sendiri.
4)
Mempersiapkan
tahapan peranan. Dalam bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog
khusus seperti dalam sinetron, sebab apa yang dibutuhkan para siswa aktor itu
adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak secara kreatif dan spontan.
Walaupun begitu, garis besar adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara
tertulis. Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan, lokasi tempat
bermain peran seperti ruang kelas, aula, lapangan terbuka perlu dilengkapi
dengan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.
5)
Pemeranan,
setelah segala sesuatunya siap, para aktor mulia memainkan peran masing-masing
secara spontan sesuai dengan garis besar dan tahapan-tahapan yang telah
ditentukan. Berapa lama role playing dimainkan dilihat dari kompleksitas
situasi masalah yang diperlukan.
6)
Diskusi
dan evaluasi, seusai semua peran dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu
diadakan. Dalam hal ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya
melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-bagian peran mana yang
belum sempurna dimainkan.
7)
Pengulangan
pemeranan, dari diskusi dan evaluasi biasanya muncul gagasan baru mengenai
alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif tersebut kemudian
digunakan untuk memainkan lagi topik cerita bermain peran secara lebih baik.
8)
Diskusi
dan evaluasi ulang, tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil
pemeranan ulang pada langkah ketujuh.
9)
Membagi
pengalaman dan menarik generalisasi, tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk
menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran, yakni membantu para
siswa memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang berharga melalui aktifitas
interaksi dengan orang lain.
2.4
Penelitian
Yang Relevan
Berdasarkan
penelitian Tendik Dwi Suharto (2014) tentang “pemanfaatan role playing untuk
mengurangi bullying siswa kelas VII A SMP Kristen 2 Salatiga. Hasil analisis
dapat diambil kesimpulan ada perubahan signifikan perilaku bullying melalui
bimbingan kelompok teknik role playing pada siswa kelas VII A SMP Kristen 2
salatiga. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan menggunakan desain
pretest-postest control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah 10
siswa yang memiliki kategori bullying tinggi dengan teknik pengambilan subjek
purposive random sampling. Dari 10 siswa tersebut dibagi menjadi dua kelompok
yaitu 5 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 5 siswa menjadi kelompok kontrol.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala bullying yang
diadaprtasi dari Beau Biden (2008), dari dasar teori Olweus (2003), dengan
jumlah 26 item pernyataan. Hasil uji validitas menunjukkan keseluruhan item
memenuhi kriteria valid. Skala bullying memiliki relibilitas a = 0,970 dengan
nilai validitas terendah 0,400 dan tertinggi 0,923. Dalam penelitian ini
kelompok eksperimen diberikan treatment dengan layanan bimbingan kelompok
teknik role play selama 8 kali pertemuan. Teknik analisis yang digunakan yaitu
Mann Whitney dengan bantuan program SPPS For Window Relase 16.0. Dari hasil uji
beda postest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh koofisien Asymp.sig
(2-tailed) 0,009 <0,01. Maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang
signifikan perilaku bullying siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Hasil menunjukan skor mean rank post test kelompok eksperimen sebesar 3,00
menurun 5,00 dari skor pretest 8,00. Hasil uji beda pretest dan post test
kelompok eksperimen diperoleh nilai p = Asymp.Sig 0,009 < 0,01 artinya ada
perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, layanan bimbingan kelompok teknik
role play telah menurunkan secara signifikan perilaku bullying siswa kelas VII A SMP Kristen 2
Salatiga. Selain itu untuk memperkuat data sementara dalam penelitian maka
perlu kiranya peneliti menggemukakan beberapa hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian yang sudah di lakukan diantaranya. Beberapa penelitian yang memperlihatkan
bahwa Bullying merupakan masalah yang terjadi hampir ada di semua sekolah.
2.5
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah atau sub
masalah yang diajukan oleh peneliti dan dijabarkan melalui landasan teori atau
kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya melalui data yang terkumpul
peneliti ilmiah. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho
: Pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik role playing tidak dapat
mengurangi perilaku bullying peserta didik kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari.
Ha
: Pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari. Untuk menguji hipotesis ini peneliti
menggunakan uji statistik dengan uji t. Dengan ketentuan jika hasil t hitung
> t tabel maka hipotesis Ho ditolak dan Ha yang diterima, tetapi jika t
hitung < t tabel maka Ho yang diterima.
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah
penelitian eksperiment. Menurut Sugiyono penelitian eksperiment didefinisikan
sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali. Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian
ini, karena penelitian ini menggunakan perlakuan (treatment) yang dilakukan
oleh peneliti.
1. Desain Penelitian
Desain
eksperiment yang digunakan dalam peneltian ini adalah pre- exspremental
designs. Dalam penelitian ini bentuk desain yang peneliti gunakan adalah
One-Group Pretest Posttest Desigs. Di dalam desain ini penelitian dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen, observasi yang
dilakukan sebelum (01) disebut pre-test dan observasi sesudah eksperimen (02)
disebut post-test.
Bentuk
desain ini digunakan karena peneliti mengguanakan sampel satu kelompok yang
diberi perlakuan dan dibandingkan keadaannya dengan sebelum diberi perlakuan. Peneliti
mengukur pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing dua kali yaitu
sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan. Penelitian dengan desain
ini digunakan untuk mengukur pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing
peserta didik. Sedangkan untuk mengukur perilaku bullying peserta didik,
peneliti menggunakan jenis penelitian komperatif dua sampel dengan menggunakan
sampel berkorelasi. Yang berarti membandingkan hasil dua sampel yang
berkorelasi atau berhubungan dimana hasil dua sampel itu diambil dari sampel
yang sama. Maka pengukuran pemberian konseling kelompok dengan teknik role
playing di lakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah
(post-test) pemberian layanan konseling
kelompok.
Adapun
indikator yang digunakan dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut:
1) Menyisihkan
seseorang dari pergaulan.
2) Menyebarkan gosip,
membuat julukan yang bersifat ejekan.
3) Mengerjai
seseorang untuk mempermalukan
4) Mengintimidasi
atau mengancam korban.
5) Melukai secara
fisik.
6) Melakukan
pemalakan.
Pengukuran
ini dilakukan untuk Mengetahui apakah pemberian layanan konseling kelompok
dengan teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying. Dapat
disimpulkan bahwa penelitian eksperiment
merupakan penelitian untuk mencari pengaruh saat sebelum diberikan pemberian
konseling kelompok dengan teknik role playing dan sesudah diberikan pemberian
konseling kelompok dengan teknik role playing.
2. Variabel
Penelitian
Variabel
pada dasarnya adalah segala sesuatu yang membentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut
yang kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan permasalahan metode pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing untuk mengurangi
prilaku bullying di kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari. terdiri dari dua
variabel, yaitu: (a) variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya varibel dependen (terikat);
dan (b) variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas.
3. Populasi dan
Sampel
a. Populasi
Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas sampel yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian ini
adalah tingkah laku yang dapat dipelajari, selanjutnya tingkah laku yang lama dapat
diganti dengan tingkah laku yang baru sabagai sasaran penelitian. Dalam
penelitian ini populasi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari hal ini
dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
Tabel:
Populasi
Penelitian
KELAS
|
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
JUMLAH
|
VIII
|
14
|
16
|
30
|
b. Sampel dan Teknik
Sampling
Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel yang akan diteliti oleh peneliti adalah kelas VIII SMP Negeri
17 Kendari yang berjumlah 10 peserta didik. Dengan pertimbangan yaitu dengan
membandingkan perilaku bullying dari semua kelas, rekomendasi dari kepala
sekolah Gajah Mada Bandar Lampung, wawancara dengan guru maupun peserta didik.
Teknik
sampling yang peneliti gunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik
purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari sebagai
sampel karena kelas tersebut memenuhi kriteria sampel sebagai berikut:
1) Peserta didik di kelas
VIII SMP Negeri 17 Kendari mengalami permasalahan bullying di sekolah; dan
2) Peserta didik
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
3.2 Teknik Pengumpulan Data
A. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh
Lincoln dan Goba antara lain: mengkontruksi mengenai orang-orang, kejadian,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan wawancara yang digunakan adalah
wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara dengan membawa kerangka pertanyaan
untuk disajikan. Wawancara ini dilakukan
untuk memperoleh keterangan dari peserta didik maupun guru bimbingan dan konseling
agar peneliti bisa mengetahui peserta didik
yang menjadi pelaku bullying di SMP Gajah Mada Bandar Lampung.
B. Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data
dengan cara pengamatan sistematis terhadap hal-hal yang diselidiki. Dalam arti
luas observasi meliputi pengamatan yang dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung terhadap objek yang sedang diteliti.
Ada tiga jenis teknik pokok dalam penggunaan observasi yaitu observasi
partisipan dan observsi non partisipan, observasi sistematik dan observasi
non sistematik, dan observasi eksperimen
dan observasi non eksperimen.
Namun dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan
metode non partisipan karena peneliti
tidak mengambil bagian secara penuh dari aktivitas objek yang diteliti.
C. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan hasil kegiatan dan data-data yang berkaitan dengan penelitian.
Dokumentasi yang dimaksud seperti poto-poto saat penelitian serta data-data
penelitian yang telah dilakukan.
D. Metode Kuesioner/
Angket
Angket atau kuesioner didefinisikan sejumlah
pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang
berkaitan dengan diri responden, yang dianggap fakta atau kebenaran yang
diketahui dan perlu dijawab oleh responden.
Dengan indikator menurut Al. Tridhonanto yaitu: (1)
menyisihkan seseorang dari pergaulan, Menyebarkan gosip, (2) membuat julukan
yang bersifat ejekan, (3) Mengerjai seseorang untuk mempermalukan, (4)
Mengintimidasi atau mengancam korban, (5) Melukai secara fisik, (6) Melakukan
pemalakan. Kuesioner yang digunaan peneliti adalah kuesioner langsung.
Kuesioner langsung digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan perilaku
bullying dalam kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan metode angket/kuesioner, metode observasi dan metode wawancara.
Berdasarkan metode pengumpulan data, maka instrumen pengumpulan data yang cocok
untuk mengetahui Teknik Role Playing adalah dengan observasi dan wawancara,
sedangkan untuk mengetahui perilaku bullying peserta didik menggunakan angket
yang telah di uji validitasnya menurut Andrew Mellor perilaku bullying memiliki
beberapa indikator yaitu:
(1)
menyisihkan seseorang dari pergaulan; (2) menyebarkan gosip dan membuat julukan
yang bersifat mengejek; (3) mengerjai seseorang untuk dipermalukan; (4)
mengintimidasi atau mengancam korban; (5) melukai secara fisik; dan (6)
melakukan pemalakan.
· Angket/Kuisioner
NO
|
PERNYATAAN
|
PILIHAN
|
||||
SS
|
S
|
N
|
TS
|
STS
|
||
1
|
Saya selalu mecoba menjauhi teman saya
apabila dia tidak selevel dengan saya
|
|||||
2
|
Saya tidak suka memisahkan teman dari
pergaulan
|
|||||
3
|
Saya selalu memilih teman yang selevel
dengan saya
|
|||||
4
|
Saya tidak senang menyakiti teman saya
dengan ejekan yang berhubungan dengan fisiknya
|
|||||
5
|
Saya merasa bangga ketika mengetahui
sebutan jelek teman
|
|||||
6
|
Saya suka mengejek seseorang dengan
kekurangan fisiknya
|
|||||
7
|
Saya sering menghina teman yang
mempunyai keterbelakangan mental
|
|||||
8
|
Saya sering menjahili teman saya
dengan cara mendorong teman saya pada saat dia sedang duduk dikursi
|
|||||
9
|
Saya sering menertawakan teman apabila ia melakukan kesalahan didepan kelas
|
|||||
10
|
Saya sering memaksa teman untuk
mengerjakan tugas saya, jika dia tidak mengerjakan maka saya akan
menghukumnya
|
|||||
11
|
Saya sangat senang apabila memukul
teman
|
|||||
12
|
Saya suka memukul teman saya dalam
situasi dan kondisi apapun
|
|||||
13
|
Saya suka menendang teman yang
menghalangi jalan saya
|
|||||
14
|
Saya tidak suka memukul teman dalam
situasi apapun
|
|||||
15
|
Saya suka meminta uang teman saya,
jika tidak ia berikan maka saya akan mengancamnya
|
|||||
16
|
Saya tidak suka merebut barang yang bukan
milik saya
|
3.3
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik pengolahan data
Menurut Notoadmojo setelah data-data terkumpul, dapat
dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan editing, coding, procesing, dan cleaning.
a. Editing (pengeditan data), adalah
merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuisoner.
Apakah semua pertanyaan sudah terisi, apakah
jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, apakah
jawabannya relevan dengan pertanyaannya, dan apakah jawaban-jawaban pertanyaan
konsisten dengan jawaban pertanyaan lainnya.
b. Coding (pengkodean), setelah
melakukan editing, selanjutnya dilakukan pengkodean atau “coding”, yakni
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c. Data Entry (Pemasukan Data), yakni
jawaban-jawaban dari masing-masing responden
yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program
“software” SPSS for widows reliase 16 yang sering digunakan untuk “entri data”
penelitian.
d. Cleaning Data (Pembersihan Data),
apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan
perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode dan ketidak lengkapan, kemudian dilakukan pembetulan
atau koreksi.
2. Analisis Data
Penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui hasil dari
suatu perlakuan yaitu mencobakan sesuatu, lalu dicermati hasil dari perlakuan
tersebut.
Selanjutnya untuk mengetahui keabsahan eksperimen yang
dilakukan oleh peneliti terhadap peserta didik dapat dihitung menggunakan rumus uji tatau t-test.
DAFTAR
PUSTAKA
Al.Tridhonanto.
Mengapa Anak Mogok Sekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2014
Hamdani.
Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011
Jenny,
Gichara. Mengatasi Prilaku Buruk Anak. Jakarta : Kawan Pustaka, 2006
Juntika,
Nurihsan, Achmad. Bimbingan dan Konseling dalam berbagai latar belakang.
Bandung : RefikaAditama, 2007
Ketut
Sukardi, Dewa. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseing di Sekolah.
Jakarta : RinekaCipta.2008
Komalasari,
Gantina dkk. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks, 2011
Mappiare
Andi AT. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011
Meleong,
Lexy J. Metodologi Kuantitatif.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013
Monicka.
Perilaku School Bullying pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Delegan2, Dinginan,
Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta 2014, Tersedia: https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=LrMMV5OhFoSr0ATk0byQDw#q=jurnal+bullyi+monica+putri+kusuma,h,13.(Diakses Pada Tanggal 10 Juni 2017,jam
15:45)
Prayitno
dan Erman Amti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta,
2004
Prayitno.
Seri Layanan Konseling Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok. Padang, Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu dan Pendidikan Universitas Negeri Padang.
2004
Prihatin
Rizki dkk, “Penggunaan Teknik Role PlayingUntuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa
Kelas XII MIA SMA Negeri 5 Palu”. (Jurnal Konseling dan Psikoedukasi. Vol. 1.
No. 1,Juni 2016).
Subagio,
Heru. Role Playing. Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 2013
Sudjono,
Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2008
Sugiyono.
Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
2013
Chumba Casino Resort - Cherokee, NC Casino Web - Choctaw
BalasHapusChumba Casino Resort in Cherokee, North Carolina is titanium tubing a casino resort on 바카라 the Qualla Boundary w88 in 1xbet Cherokee, North หารายได้เสริม Carolina.