Sabtu, 11 November 2017

GSPT ( Gangguan Stress Pasca Trauma)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Merupakan hal yang sering terjadi apabila seseorang yang mengalami atau menyaksikan kejadian mengerikan seperti bencana alam, kecelakaan, terorisme, perang, atau kematian seseorang yang dicintai akan mengalami trauma. Beberapa orang ada yang sembuh dan kembali beraktivitas normal, namun ada yang mengalami trauma berkelanjutan hingga mengembangkan gangguan stres pasca trauma atau posttraumatic stress disorder (PTSD).
Peristiwa yang dapat menyebabkan trauma psikologis misalnya peristiwa yang sangat menakutkan, mengancam jiwa, kecelakaan, perang, bencana alam, KDRT, child abuse, pemerkosaan, didiagnosis menderita penyakit yang menakutkan, dan peristiwa lainnya yang sulit diterima secara psikologis oleh penderita. Walaupun demikian, peristiwa tersebut tidaklah harus terjadi pada diri penderita, mungkin saja terjadi pada kerabat atau orang lain, namun penderita menyaksikan atau dapat merasakan hal tersebut.
Penderita gangguan stres pascatrauma biasanya akan mudah teringat atau bermimpi akan peristiwa yang tidak mengenakkan tersebut.  Hal ini menyebabkan penderita cenderung untuk menghindari dan menjauhi lokasi, orang, ingatan, atau hal lain yang akan mengingatkannya akan pengalaman mengerikan tersebut. Keadaan lain  yang dapat menyertai misalnya gangguan tidur, sulit konsentrasi, gangguan emosi, gelisah, gangguan dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari dan sosial, bahkan bunuh diri.
Gangguan ini tidak terjadi pada semua orang yang mengalami trauma psikologis. Hampir semua orang pernah mengalami trauma psikologis selama hidupnya, namun hanya sekitar 8% yang mengalami gangguan stres pascatrauma ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor risiko, yaitu faktor genetik, keparahan trauma psikologis, broken home, depresi, dan usia anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu:
1.       Apakah Pengertian Gangguan Stress Pasca Trauma?
2.      Bagaimana Simtom Gangguan Stress Pasca Traum?
3.      Apa saja Penyebab Gangguan Stress Pasca Trauma?

1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui apa Pengertian Gangguan Stress Pasca Trauma?
2.      Mengetahui bagaimana Simtom Gangguan Stress Pasca Traum?
3.      Mengetahui apa saja Penyebab Gangguan Stress Pasca Trauma?











BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian Gangguan Stress Pasca Trauma
Gangguan stres pascatrauma adalah gangguan kecemasan parah yang dapat berkembang setelah terpapar setiap peristiwa yang menghasilkan trauma psikologis. Kejadian ini dapat memicu ancaman kematian diri sendiri maupun orang lain bahkan merusak potensi integritas fisik, seksual, atau psikologis individu.Sebagai efek dari sebuah trauma psikologis, PTSD (Post Traumatic Stress Disorder/ gangguan stress pasca trauma) biasanya menunjukkan frekuensi gejala yang tidak sering muncul namun berlangsung cukup lama bila dilihat dan dibandingkan gejala pada penderita stress akut.
Secara sederhana, Pulih & ICMC, (Jarnawi, Konseling Trauma Untuk Anak Akibat Kekerasan Ar-raniry press Darussalam banda aceh, 2007) mendefinisikan stress sebagai “ suatu keadaan di mana individu terganggu keseimbangannya. Stress terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu untuk berespon secara sesuai.
Trauma Menurut Chaplin, (Jarnawi, Konseling Trauma Untuk Anak Akibat Kekerasan Ar-raniry press Darussalam banda aceh, 2007), trauma berarti “ suatu luka, baik yang bersifat fisik atau jasmani maupun psikis”. Luka itu terjadi akibat suatu peristiwa yang sangat mengguncangkan dan terjadi secara tiba-tiba.Gangguan stres pascatrauma (Postraumatic stress disorder/PTSD) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan cemas setelah terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis.
PTSD adalah paparan terhadap kejadian traumatik dimana saat itu orang merasa ketakutan, ketakberdayaan, atau kengerian. Selain itu korban merasa mengalami kembali keadaan tersebut melalui kenangan dan mimpi buruk. Gangguan emosional yang menyebabkan distres, yang bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa benar-benar tidak berdaya atau ketakutan. Korban merasa kembali trauma itu, menghindari stimulus yang terkait dengannya, dan mengembangkan sikap mematirasakan responsivitasnya dan memiliki tingkat kewaspadaan dan arousal yang meningkat.
PTSD tidak dapat diagnosiskan sampai paling tidak satu bulan setelah kejadian traumatic tersebut. Gangguan baru yang dinamakan acute stress disorder (gangguan stress akut) Gangguan ini benar-benar memiliki gejala PTSD yang terjadi pada bulan pertama setelah trauma, tetapi nama yang berbeda tersebut ditekankan adanya reaksi yang sangat berat yang dialami orang setalah trauma terjadi. Gejala-gejalanya seperti gejala-gejala PTSD tetapi disertai dengan gejala-gejala disosiatif berat seperti amnesia, mati rasa emosional, dan derealisasi atau perasaan tidak riil.

2.2Simtom Gangguan Stress Pasca Trauma
             1.     Jenis-Jenis GSPT/PTSD
a.        PTSD akut.
PTSD akut dapat didiagnosiskan dalam waktu satu sampai tiga bulan setelah kejadian. Dalam PTSD yang onsetnya tertunda, individu tidak menunjukkan, atau kalaupun ada hanya sedikit, gejala-gejala segera setelah kejadian traumatik itu terjadi. Tetapi kelak, beberapa tahun yang akan dating, mereka mengembangkan PTSD secara penuh. Belum jelas mengapa onsetnya tertunda pada sebagian individu.
b.       PTSD kronis.
PTSD kronis merupakan lanjutan dari PTSD akut, individu yang mengalami PTSD lebih dari tiga bulan maka dianggap kronis. PTSD kronis biasanya berhubungan dengan tingkah laku menghindar yang lebih menonjol dan lebih sering disertai oleh diagnosis-diagnosis lain, seperti fobia sosial.

           2.     Kriteria Gangguan Stres Pasca~Trauma
a.       Terpapar kejadian traumatic, diamana orang mengalami,  menyaksikan, atau dihadapkan pada situasi yang melibatkan kematian, ancaman kematian, atau cedera yang serius, yang dalam responnya terhadap kejadian tersebut orang bereaksi dengan ketakutan yang instens, perasaan yang tidak berdaya, atau kengerian.
b.      Kejadian traumatic itu secara persisten dialami kembali dengan salah satu cara (atau lebih) berikut ini :
·         Ingatan yang menimbulkan distress yang terjadi berulang-ulang dan persisten, temasuk ingatan tentang berbagai gambaran, pikiran, atau persepsi.
·         Mimpi tentang kejadian traumatic yang menimbulkan distress dan terjadi berulang-ulang.
·         Adanya perasaan bahwa kejadian traumatic itu berulang lagi, termasuk ilusi, halusinasi, dan kilas balik disositif.
·         Reaksi fisiologis terhadap stimulus-stimulus yang mengingatkan pada kejadian tersebut.
c.       Perilaku menghindar yang persisten terhadap stimuli yang berhubungan dengan trauma, dan pematirasaan responsivitas  secara umum.
d.      Gejala arousal yang meningkat, bersifat persiten. Seperti sulit tidur, iritabilitas dan kewaspadaan yang terlalu berlebihan.
e.       Stress atau hendaya yang signifikan secara klinis dibidang social, pekerjaan, atau bidang-bidang fungsi lainnya.
f.       Lamanya gangguan berlangsung lebih dari satu bulan.


2.3Penyebab Gangguan Stress Pasca Trauma
Timbulnya PTSD diduga dapat dipicu oleh salah satu atau beberapa faktor di bawah ini, di antaranya:
               1.       Pernah mengalami peristiwa trauma lain, misalnya penyiksaan saat masa kecil.        
               2.       Mengidap gangguan mental lain.
               3.       Mengalami trauma jangka panjang.
               4 .       Memiliki anggota keluarga yang mengidap PTSD atau gangguan mental lain
  1. Memiliki profesi yang berpotensi menyebabkan seseorang untuk mengalami kejadian traumatis, misalnya tentara.
  2. Kurang dukungan dari keluarga dan teman.
Hingga saat ini, penyebab pasti PTSD belum diketahui secara pasti. Kendati demikian, terdapat dugaan tentang beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma ini, yaitu:
  1. Tingkat hormon stres yang tidak normal. Dalam keadaan bahaya, tubuh mengeluarkan hormon stres adrenalin untuk memicu reaksi dari dalam tubuh. Reaksi tersebut berupa melawan atau menghindar guna mengatasi bahaya atau rasa sakit. Dalam kondisi PTSD, kadar hormon stres yang dikeluarkan sangat tinggi meski kondisi sebenarnya tidak membahayakan. Hal tersebut terjadi karena terpicu emosi yang dibangkitkan dari pengalaman traumatis.
  2. Mekanisme perlindungan diri. Dalam kondisi PTSD, ingatan traumatis membuat kita bereaksi terlalu cepat sebagai upaya perlndungan diri. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kembali di lain waktu.
  3. Anatomi otak yang tidak normal. Saat mengalami PTSD, bagian otak yang bertanggung jawab terhadap ingatan dan emosi (hipokampus) terlihat berukuran lebih kecil dibanding bagian otak lain. Perbedaan ini diduga berkaitan dengan meningkatnya kegelisahan dan ketakutan. Fungsi hipokampus yang tidak dapat berjalan semestinya membuat tingkat kegelisahaan atau ketakutan tidak berkurang seiring waktu.

1.     Diagnosis PTSD

Untuk mendiagnosis PTSD, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dialami. Pasien juga akan diminta untuk menjalani pemeriksaan psikologis. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan kriteria pedoman diagnosis dan statistik gangguan kejiwaan, seperti Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) atau Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder (DSM-5).

Setelah hasil diagnosis menyatakan bahwa pasien menderita PTSD, maka dokter perlu melakukan penilaian mengenai tingkat keparahan gangguan ini. Tiap penderita umumnya akan menjalani langkah penanganan yang berbeda-beda sesuai tingkat keparahannya.

Jika gejala PTSD berlangsung kurang dari empat minggu setelah kejadian traumatis, maka gejala tersebut tergolong ringan. Sedangkan untuk gejala yang sudah berlangsung lebih dari empat minggu, maka gejala tersebut dikategorikan berat. Oleh karena itu, observasi secara seksama perlu dilakukan, untuk melihat kondisi PTSD akan bertambah buruk atau membaik.

 

2.     Pengobatan PTSD

Pada sebagian besar kasus PTSD, gejala dapat membaik setelah beberapa minggu tanpa penanganan khusus. Tetapi, lain halnya bagi pasien dengan gejala yang bertambah parah. Pasien-pasien tersebut membutuhkan langkah penanganan lebih lanjut, yaitu kombinasi terapi psikologis dan pemberian obat.

Kombinasi penanganan diharapkan dapat mengatasi gejala dengan mempelajari cara mengatasi keadaan, memperbaiki pola pikir tentang diri sendiri dan orang lain, mengatasi masalah yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, serta cara menghadapi gejala yang diderita atau gejala yang dapat muncul kembali.

Terapi psikologi yang diberikan meliputi:

·         Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioural threapy (CBT). Terapi yang biasanya dilakukan sebanyak 8 hingga 12 sesi ini bertujuan mengatasi masalah yang dihadapi dengan mengubah cara pikir dan bertindak.

·         Terapi desensitisasi gerakan mata dan pemrosesan ulang atau eye movement desensitisation and reprocessing (EMDR). Terapi dengan menggerakkan mata ke samping mengikuti gerakan tangan terapis ini bertujuan meredakan gejala PTSD.  Meski demikian, belum diketahui secara jelas bagaimana cara terapi ini dapat mengatasi gejala PTSD.

·         Terapi penyingkapan (exposure therapy). Terapi ini bertujuan membantu pasien menghadapi keadaan secara efektif setelah mengalami peristiwa traumatis.

·         Terapi kelompok. Terapi ini bertujuan untuk mengatasi gejala PTSD pada diri pasien dengan cara membicarakan pengalaman traumatis bersama orang-orang lain dalam suatu kelompok yang memiliki pengalaman atau masalah serupa.

Sedangkan obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter dalam kasus PSTD meliputi:
·         Antidepresan. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah sulit tidur dan meningkatkan konsentrasi.  Antidepresan biasanya diberikan pada pasien  berusia 18 tahun ke atas dalam jangka waktu 12 bulan sebelum dikurangi secara bertahap selama kira-kira 4 minggu. Contoh obat antidepresan adalah mirtazapine, amitriptyline, dan phenelzine.
·         Prazosin. Obat ini diberikan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan insomnia akibat mimpi buruk berulang.
·         Antiansietas. Obat ini diberikan untuk mengurangi rasa cemas pada penderita PTSD. Obat antiansietas biasanya hanya diberikan dalam jangka waktu yang pendek mengingat rentan disalahgunakan. Perubahan suasana hati akan terlihat setelah pemberian obat-obatan selama beberapa minggu.








BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Gangguan stres pascatrauma (Postraumatic stress disorder/PTSD) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan cemas setelah terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis. Jeni-jenis PTSD  yaitu PTSD akut dan PTSD kronis.
Penyebab PTSD meupakan gangguan dimana seseorang mengalami trauma secara pribadi kemudian mengembangkan gangguan. Tetapi, apakah seseorang kemudian mengembangkan PTSD atau tidak ternyata merupakan isu yang bukan main kompleksnya, isu ini melibatkan factor-faktor biologis, psikologis dan social.

3.2Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini berharap makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Terjaganya makalah ini merupakan harapan kami. Kepada pembaca yang menggunakan makalah ini dalam berbagai bidang diharapkan dapat menjaga dengan sebaik-baiknya. sebagai penyusun kami berharap makalah ini dapat diterima dengan baik.








DAFTAR PUSTAKA

Jarnawi. 2007. Konseling Trauma Untuk Anak Akibat Kekerasan. Ar-raniry Press; Darussalam Banda Aceh.

V.Mark Durand dan David H. Barlow. 2016. Intisari Psikologi Abnormal, Yogyakarta; PT. Pelajar,Cetakan 1.

Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring 2006. Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.