Minggu, 17 September 2017

PENGARUH LAYANAN KELOMPOK DALAM MENGURANGI PERILAKU BULLYING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ROLE PLAYING KELAS VIII SMP NEGERI 17 KENDARI



PENGARUH LAYANAN KELOMPOK DALAM MENGURANGI PERILAKU BULLYING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ROLE PLAYING
KELAS VIII SMP NEGERI 17 KENDARI



PROPOSAL

 



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil. Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya baik yang bersifat positis maupun negatif akan diterima dan dianggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Remaja dituntut untuk menentukan dan membedakan yang terbaik dan yang buruk dalam kehidupannya. Disinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar didalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah dikalangan remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Bullying secara sederhana diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya. Perilaku bullying yang ditemukan oleh guru BK di SMP Negeri 17 Kendari ialah, pelaku menghina dan mencaci maki teman sebaya (korban) , korban dipanggil dengan panggilan yang bersifat menghina seperti monyet, anjing, dan najis.
Bullying merupakan masalah kesehatan publik yang perlu  mendapatkan perhatian karena orang-orang yang menjadi korban bullying kemungkinan akan menderita depresi dan kurang percaya diri serta akan mengalami kesulitan dalam bergaul.
Diperlukan kebijakan menyeluruh yang melibatkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, siswa, kepala sekolah sampai orang tua murid, yang tujuannya adalah untuk dapat menyadarkan seluruh komponen sekolah tentang bahaya dari perilaku bullying. Kebijakan tersebut dapat program anti bullying di sekolah antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman konsekuensi serta komunikasi yang bisa dilakukan efektif antaralain dengan kampanye stop bullying di lingkungan sekolah dengan spanduk, slogan stiker dan workshop bertemakan stop bullying serta memberikan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing. Semuanya dilakukan dengan tujuan paling tidak dapat meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali perilaku bullying di sekolah. Diharapkan dengan adanya kebijakan itu sekolah bukan lagi tempat yang menakutkan dan membuat trauma tapi justru menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi siswa, merangsang keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial ataupun emosional.
Mengingat pentingnya upaya untuk menanggulangi perilaku bullying dikalangan siswa, maka perlu adanya solusi yang efektif untuk menanggulanginya. Sehingga peneliti mengambil salah satu solusi yang dapat dilakukan ialah melalui pemberian layanan bimbingan kelompok teknik role playing. Role playing dalam penelitian adalah mendramatisasi tingkah laku untuk mengurangi perilaku bullying dengan cara memainkan peran dalam sebuah cerita. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami dan menafsirkan perannya masing-masing, serta pencarian solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya peneliti berperan sebagai fasilitator, serta membantu siswa membina hubungan dengan orang lain, mengembangkan empati, bertanggung jawab, dan mengendalikan diri.
1.2  Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas maka dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah : Apakah pemberian layanan bimbingan kelompok teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying di SMP Negeri 17 Kendari?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan, maka tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah bimbingan kelompok teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying di SMP Negeri 17 Kendari.

1.4  Manfaat Penelitian
A.    Dari Segi Teoritis
1)      Memberikan masukan kepada guru BK di SMP Negeri 17 Kendari untuk upaya mengurangi perilaku bullying disekolah.
2)      Memberikan sumbangan penelitian bagi dunia pendidikan khususnya jurusan bimbingan dan konseling.

B.     Dari Segi Praktis
Memberikan informasi atau gambaran bagi kepala sekolah, dan guru BK dalam menentukan pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing untuk mengurangi perilaku bulying.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bullying
A.    Perilaku Bullying
Perilaku identik dengan tingkah laku, akhlak, budi pekerti, dari keempat pengertian diatas pada dasarnya mempunyai makna sama yaitu perbuatan yang terlihat dalam kenyataan. Dengan kata lain perilaku merupakan keseluruhan tabiat dan sifat seseorang yang tercermin dalam ucapan dan tindak tanduknya.
Dengan beberapa tahun terakhir, fenomena school bullying mulai mendapat perhatian peneliti, pendidik, organisasi perlindungan, dan tokoh masyarakat. Pelopornya adalah professor dan Olweus dari University of Begen yang sejak 1970-an di Skandinavia mulai memikirkan secara serius tentang fenomena bullying di sekolah, yang kemudian di sebut dengan istilah school bullying. Kata bullying berasal dari bahasa inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan negara lain seperti norwegia, finlandia, dan denmark yang menyebut bullying dengan istilah mobbing atau mobbning. Istilah aslinya berasa dari bahasa inggris, yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya mob adalah kelompok orang yang anonim dan berjumlah banyak serta terlibat kekerasan.
Dalam bahasa indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Istilah bullying dalam bahasa indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari kata sakat) dan perlakuan (bully) disebut penyalat. Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain.
Secara terminologi menurut Tattum (dalam Ardy Wiyani, 2012:12) bullying adalah “the willful, concious desire to hurt another and put him/her under stress” (“sengaja secara sadar ingin melukai orang lain atau membuat orang lain tertekan”).
Kemudian, Dan Olweus (dalam Ardy Wiyani, 2012: 12) juga mengatakan hal serupa bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang, repeated during successive encounters (dilakukan berulang kali).
Berdasakan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik.
B.     Fenomena Bullying
Salah satu fenomena yang menyita perhatian di dunia pendidikan zaman sekarang adalah kekerasan di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, maupun oleh siswa lainnya. Maraknya aksi tawuran dan kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang semakin banyak menghiasi deretan berita dihalaman media cetak maupun elektronik menjadi bukti telah tercabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Tentunya kasus-kasus kekerasan tersebut tidak saja mencoreng citra pendidikan yang selama ini  dipercaya oleh banyak kalangan sebagai sebuat tempat dimana proses humanisasi berlangsung, tetapi juga menimbulkam sejumlah pertanyaan, bahkan gugatana dari berbagai pihak yang semakin kritis mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah dewasa ini.
Hasil konsultasi komisi Nasional Perlindungan Anak dengan anak-anak di 18 Provinsi di Indonesia pada 207 (dalam Ardy Wiyani, 2012: 17) memperlihatkan bahwa sekolah juga bisa menjadi tempat yang cukup berbahaya bagi anak-anak, jika ragam kekerasan di situ tidak diantisipasi. Bahkan Hironimus Sugi dari Plan Internasional (dalam Ardy Wiyani, 2012: 17) menyimpulkan, kasus kekerasan terhadap anak-anak disekolah menduduki peringkat kedua setelah kekerasan pada anak-anak dalam keluarga. Padahal jika siswa-siswa kerap menjadi korban kekerasan, meraka dapat memiliki watak keras dimasa depan. Hal ini secara kolektif akan berdampak buruk terhadap kehidupan bangsa.
Berdasarkan kenyataan diatas, kekerasan (bullying) seolah-olah sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman yang penuh persaingan ini. Kiranya, perlu dipikirkan mengenai resiko yang dihadapi anak, dan selanjutnya dapat dicarikan jalan keluar untuk memutuskan rantai kekerasan yang saling berkelindan tanpa habis-habisnya.

2.2 Bimbingan Kelompok
A.    Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok (Romlah, 2006: 3). Sedangkan Winkel (1991: 71) mengatakan bahwa “bimbingan adalah proses membantu orang per orang dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungannya”. Bimbingan kelompok menekankan bahwa kegiatan bimbingan kelompok lebih pada proses pemahaman diri dan lingkungannya yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang disebut kelompok. Apabila konseling perorangan menunjukkan layanan kepada individu atau klien orang perorang, maka bimbingan kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Menurut Gazada (Romlah, 2006: 3) bimbingan kelompok merupakan kegiatan pemberian informasi tentang pendidikan, karier, pribadi, dan sosial. Informasi tersebut diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan pemahaman terhadap orang lain.
Sukardi (2002: 48) menjelaskan bahwa: “layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan dari narasumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan”.
Dengan layanan bimbingan kelompok siswa dapat memanfaatkan dinamika kelompok semaksimal mungkin dalam memecahkan masalahnya. Melalui layanan bimbingan kelompok para siswa dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan, dan reaksi siswa lainnya untuk memecahkan masalah.
Kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal. Vokasional, dan sosial. Kegiatan dalam bimbingan kelompok dikatakan sebagai pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.
Bimbingan kelompok dapat memberikan kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien (anggota kelompok), dimana dalam bimbingan kelompok ini klien boleh mempergunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pengertian dan penerimaan nilai-nilai, cita-cita atau tujuan, serta sikap tingkah laku yang nyata.
Dalam pelaksanaannya bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan secara kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok yang membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. Bimbingan kelompok juga dapat dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karir, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok itu sendiri dapat diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri serta pengembangan diri.
Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal baik itu dalam menyusun rencana maupun pengambil keputusan yang tepat.
B.     Tujuan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan agar dapat memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama menuntaskan masalah melalui prosedur kelompok yang dipimpin oleh pimpinan kelompok yang berguna untuk menunjang dalam kegiatan belajar siswa serta melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan yang tepat.
Adapun tujuan bimbingan kelompok dibagi menjadi 2, yakni:
1)      secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan ini, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
2)      secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
·         Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya.
·         Melatih siswa dapat bersikap terbuka didalam kelompok
·         Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.
·         Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.
·         Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
·         Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.
·         Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain. (Prayitno; 1994: 117)
Sedangkan menurut sukardi:
“Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.” (sukardi, 2003: 48).
Dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi, menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi yang dimiliki.






2.3  Pengertian Role Playing
Role playing merupakan metode bimbingan konselin kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat mengenali tokohnya.
Dalam bidang pendidikan (termasuk bimbingan dan konseling), role playing merupakan model pembelajaran di mana individu (siswa) memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan (termasuk keterampilan problem solving), menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang harus berprilaku (Arjanto, 2011 dalam http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/ permainan-peran-role-playing-model.html).
Dalam teknik role playing berakar pada dua dimensi yaitu dimensi pribadi dan sosial. Dimensi pribadi membantu anak menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya dan belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapi dengan bantuan kelompok sosial. Dari dimensi kelompok atau sosial, yaitu teknik role playing memberikan peluang kepada anak untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial terutama mengenai hubungan antar pribadi.
Muhibbin Syah (2010: 193) mengungkapkan “bermain peran merupakan upaya pemecahan masalah, khususnya yang bertalian dengan kehidupan sosial melalui peragaan tindakan. Proses pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan:
1)      Identifikasi/pengenalan masalah,
2)      Uraian masalah,
3)      Pemeranan/peragaan tindakan,
4)      Diskusi dan evaluasi”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, pengertian role playing ialah mendramatisasikan tingkah laku untuk mengembangkan konsep diri siswa menjadi positif dan meningkatkan stabilitas emosional siswa. Dengan dramatisasi, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan tertentu. Melalui role playing, siswa diharapkan memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga perilakunya yang negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi halus dan tidak emosian, siswa yang tidak dapat berempati menjadi dapat bersikap empati, yang kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung jawab, siswa yang kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, siswa yang interpersonal skillnya rendah bisa menjadi bagus.
Menurut shaftel & shaftel (dalam Muhibbin Syah, 2010: 193-195), ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan model bermain peran, yaitu:
1)      Memotivasi kelompok, dalam merangsang minat siswa terhadap kegiatan bermain peran, guru perlu menawarkan masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus memiliki kriteria sebagai berikut.
·         Masalah-masalah itu aktual
·         Masalah itu berkaitan dengan kehidupan siswa
·         Masalah itu merangsang rasa ingin tahu siswa
·         Masalah itu bersifat problematika dan memungkinkan terpakainya berbagai alternatif pemecahan.
2)      Memilih pemeran (pemegang peranan/ aktor). Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan diperankan. Sesuai karakter-karakter ini disepakati, selanjutnya guru menawarkan peran-peran tersebut kepada siswa yang layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan jasa satu dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih siapa-siapa saja yang pantas menjadi aktor “X”, aktor “Y”, dan seterusnya.
3)      Mempersiapkan pengamat dalam melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri.
4)      Mempersiapkan tahapan peranan. Dalam bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus seperti dalam sinetron, sebab apa yang dibutuhkan para siswa aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak secara kreatif dan spontan. Walaupun begitu, garis besar adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara tertulis. Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan, lokasi tempat bermain peran seperti ruang kelas, aula, lapangan terbuka perlu dilengkapi dengan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.
5)      Pemeranan, setelah segala sesuatunya siap, para aktor mulia memainkan peran masing-masing secara spontan sesuai dengan garis besar dan tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Berapa lama role playing dimainkan dilihat dari kompleksitas situasi masalah yang diperlukan.
6)      Diskusi dan evaluasi, seusai semua peran dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-bagian peran mana yang belum sempurna dimainkan.
7)      Pengulangan pemeranan, dari diskusi dan evaluasi biasanya muncul gagasan baru mengenai alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif tersebut kemudian digunakan untuk memainkan lagi topik cerita bermain peran secara lebih baik.
8)      Diskusi dan evaluasi ulang, tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang pada langkah ketujuh.
9)      Membagi pengalaman dan menarik generalisasi, tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran, yakni membantu para siswa memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang berharga melalui aktifitas interaksi dengan orang lain.

2.4  Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelitian Tendik Dwi Suharto (2014) tentang “pemanfaatan role playing untuk mengurangi bullying siswa kelas VII A SMP Kristen 2 Salatiga. Hasil analisis dapat diambil kesimpulan ada perubahan signifikan perilaku bullying melalui bimbingan kelompok teknik role playing pada siswa kelas VII A SMP Kristen 2 salatiga. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan menggunakan desain pretest-postest control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah 10 siswa yang memiliki kategori bullying tinggi dengan teknik pengambilan subjek purposive random sampling. Dari 10 siswa tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu 5 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 5 siswa menjadi kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala bullying yang diadaprtasi dari Beau Biden (2008), dari dasar teori Olweus (2003), dengan jumlah 26 item pernyataan. Hasil uji validitas menunjukkan keseluruhan item memenuhi kriteria valid. Skala bullying memiliki relibilitas a = 0,970 dengan nilai validitas terendah 0,400 dan tertinggi 0,923. Dalam penelitian ini kelompok eksperimen diberikan treatment dengan layanan bimbingan kelompok teknik role play selama 8 kali pertemuan. Teknik analisis yang digunakan yaitu Mann Whitney dengan bantuan program SPPS For Window Relase 16.0. Dari hasil uji beda postest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh koofisien Asymp.sig (2-tailed) 0,009 <0,01. Maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang signifikan perilaku bullying siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil menunjukan skor mean rank post test kelompok eksperimen sebesar 3,00 menurun 5,00 dari skor pretest 8,00. Hasil uji beda pretest dan post test kelompok eksperimen diperoleh nilai p = Asymp.Sig 0,009 < 0,01 artinya ada perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, layanan bimbingan kelompok teknik role play telah menurunkan secara signifikan perilaku  bullying siswa kelas VII A SMP Kristen 2 Salatiga. Selain itu untuk memperkuat data sementara dalam penelitian maka perlu kiranya peneliti menggemukakan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang sudah di lakukan diantaranya. Beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa Bullying merupakan masalah yang terjadi hampir ada di semua sekolah.
2.5  Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti dan dijabarkan melalui landasan teori atau kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya melalui data yang terkumpul peneliti ilmiah. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho : Pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik role playing tidak dapat mengurangi perilaku bullying peserta didik kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari.
Ha : Pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik role playing dapat  mengurangi perilaku bullying peserta didik kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari. Untuk menguji hipotesis ini peneliti menggunakan uji statistik dengan uji t. Dengan ketentuan jika hasil t hitung > t tabel maka hipotesis Ho ditolak dan Ha yang diterima, tetapi jika t hitung < t tabel maka Ho yang diterima.


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian eksperiment. Menurut Sugiyono penelitian eksperiment didefinisikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam  kondisi yang terkendali. Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian ini, karena penelitian ini menggunakan perlakuan (treatment) yang dilakukan oleh peneliti.

1.      Desain Penelitian
Desain eksperiment yang digunakan dalam peneltian ini adalah pre- exspremental designs. Dalam penelitian ini bentuk desain yang peneliti gunakan adalah One-Group Pretest Posttest Desigs. Di dalam desain ini penelitian dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen, observasi yang dilakukan sebelum (01) disebut pre-test dan observasi sesudah eksperimen (02) disebut post-test.
Bentuk desain ini digunakan karena peneliti mengguanakan sampel satu kelompok yang diberi perlakuan dan dibandingkan keadaannya dengan sebelum diberi perlakuan. Peneliti mengukur pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan. Penelitian dengan desain ini digunakan untuk mengukur pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing peserta didik. Sedangkan untuk mengukur perilaku bullying peserta didik, peneliti menggunakan jenis penelitian komperatif dua sampel dengan menggunakan sampel berkorelasi. Yang berarti membandingkan hasil dua sampel yang berkorelasi atau berhubungan dimana hasil dua sampel itu diambil dari sampel yang sama. Maka pengukuran pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing di lakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test)  pemberian layanan konseling kelompok.
Adapun indikator yang digunakan dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut:
1)     Menyisihkan seseorang dari pergaulan.
2)     Menyebarkan gosip, membuat julukan yang bersifat ejekan.
3)     Mengerjai seseorang untuk mempermalukan
4)     Mengintimidasi atau mengancam korban.
5)     Melukai secara fisik.
6)     Melakukan pemalakan.

Pengukuran ini dilakukan untuk Mengetahui apakah pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik role playing dapat mengurangi perilaku bullying. Dapat disimpulkan bahwa penelitian  eksperiment merupakan penelitian untuk mencari pengaruh saat sebelum diberikan pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing dan sesudah diberikan pemberian konseling kelompok dengan teknik role playing.

2.      Variabel Penelitian
Variabel pada dasarnya adalah segala sesuatu yang membentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut yang kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan permasalahan metode  pemberian konseling kelompok  dengan teknik role playing untuk mengurangi prilaku bullying di kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari. terdiri dari dua variabel, yaitu: (a) variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya varibel dependen (terikat); dan (b) variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
3.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi 
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas sampel yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang dapat dipelajari, selanjutnya tingkah laku yang lama dapat diganti dengan tingkah laku yang baru sabagai sasaran penelitian. Dalam penelitian ini populasi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel:
Populasi Penelitian
KELAS
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
VIII
14
16
30

b.      Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang akan diteliti oleh peneliti adalah kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari yang berjumlah 10 peserta didik. Dengan pertimbangan yaitu dengan membandingkan perilaku bullying dari semua kelas, rekomendasi dari kepala sekolah Gajah Mada Bandar Lampung, wawancara dengan guru maupun peserta didik.
Teknik sampling yang peneliti gunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari sebagai sampel karena kelas tersebut memenuhi kriteria sampel sebagai berikut:  
1)     Peserta didik di kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari mengalami permasalahan bullying di sekolah; dan
2)     Peserta didik bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

3.2 Teknik Pengumpulan Data

A.       Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Goba antara lain: mengkontruksi mengenai orang-orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara dengan membawa kerangka pertanyaan untuk disajikan.  Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh keterangan dari peserta didik maupun guru bimbingan dan konseling agar peneliti bisa mengetahui peserta  didik yang menjadi pelaku bullying di SMP Gajah Mada Bandar Lampung.

B.      Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara pengamatan sistematis terhadap hal-hal yang diselidiki. Dalam arti luas observasi meliputi pengamatan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang sedang diteliti.  Ada tiga jenis teknik pokok dalam penggunaan observasi yaitu observasi partisipan dan observsi non partisipan, observasi sistematik dan observasi non  sistematik, dan observasi eksperimen dan observasi non eksperimen.
Namun dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan metode non partisipan karena  peneliti tidak mengambil bagian secara penuh dari aktivitas objek yang diteliti.

C.      Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil kegiatan dan data-data yang berkaitan dengan penelitian. Dokumentasi yang dimaksud seperti poto-poto saat penelitian serta data-data penelitian yang telah dilakukan.

D.     Metode Kuesioner/ Angket
Angket atau kuesioner didefinisikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden, yang dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh responden.
Dengan indikator menurut Al. Tridhonanto yaitu: (1) menyisihkan seseorang dari pergaulan, Menyebarkan gosip, (2) membuat julukan yang bersifat ejekan, (3) Mengerjai seseorang untuk mempermalukan, (4) Mengintimidasi atau mengancam korban, (5) Melukai secara fisik, (6) Melakukan pemalakan. Kuesioner yang digunaan peneliti adalah kuesioner langsung. Kuesioner langsung digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan perilaku bullying dalam kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode angket/kuesioner, metode observasi dan metode wawancara. Berdasarkan metode pengumpulan data, maka instrumen pengumpulan data yang cocok untuk mengetahui Teknik Role Playing adalah dengan observasi dan wawancara, sedangkan untuk mengetahui perilaku bullying peserta didik menggunakan angket yang telah di uji validitasnya menurut Andrew Mellor perilaku bullying memiliki beberapa indikator yaitu:
(1) menyisihkan seseorang dari pergaulan; (2) menyebarkan gosip dan membuat julukan yang bersifat mengejek; (3) mengerjai seseorang untuk dipermalukan; (4) mengintimidasi atau mengancam korban; (5) melukai secara fisik; dan (6) melakukan pemalakan.

·      Angket/Kuisioner
NO
PERNYATAAN
PILIHAN
SS
S
N
TS
STS
1
Saya selalu mecoba menjauhi teman saya apabila dia tidak selevel dengan saya





2
Saya tidak suka memisahkan teman dari pergaulan





3
Saya selalu memilih teman yang selevel dengan saya





4
Saya tidak senang menyakiti teman saya dengan ejekan yang berhubungan dengan fisiknya





5
Saya merasa bangga ketika mengetahui sebutan jelek teman





6
Saya suka mengejek seseorang dengan kekurangan fisiknya





7
Saya sering menghina teman yang mempunyai keterbelakangan mental





8
Saya sering menjahili teman saya dengan cara mendorong teman saya pada saat dia sedang duduk dikursi





9
Saya sering menertawakan teman  apabila ia melakukan kesalahan didepan kelas





10
Saya sering memaksa teman untuk mengerjakan tugas saya, jika dia tidak mengerjakan maka saya akan menghukumnya





11
Saya sangat senang apabila memukul teman





12
Saya suka memukul teman saya dalam situasi dan kondisi apapun





13
Saya suka menendang teman yang menghalangi jalan saya





14
Saya tidak suka memukul teman dalam situasi apapun





15
Saya suka meminta uang teman saya, jika tidak ia berikan maka saya akan mengancamnya





16
Saya tidak suka merebut barang yang bukan milik saya






3.3   Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1.      Teknik pengolahan data
Menurut Notoadmojo setelah data-data terkumpul, dapat dilakukan pengolahan  data dengan menggunakan editing, coding, procesing, dan cleaning.
a.       Editing (pengeditan data), adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuisoner. Apakah semua pertanyaan sudah  terisi, apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya, dan apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan lainnya.
b.      Coding (pengkodean), setelah melakukan editing, selanjutnya dilakukan pengkodean atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c.       Data Entry (Pemasukan Data), yakni jawaban-jawaban dari masing-masing  responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program “software” SPSS for widows reliase 16 yang sering digunakan untuk “entri data” penelitian.
d.      Cleaning Data (Pembersihan Data), apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidak lengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

2.      Analisis Data
Penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui hasil dari suatu perlakuan yaitu mencobakan sesuatu, lalu dicermati hasil dari perlakuan tersebut.
Selanjutnya untuk mengetahui keabsahan eksperimen yang dilakukan oleh peneliti terhadap peserta didik  dapat dihitung menggunakan rumus uji  tatau t-test.












DAFTAR PUSTAKA

Al.Tridhonanto. Mengapa Anak Mogok Sekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2014

Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011

Jenny, Gichara. Mengatasi Prilaku Buruk Anak. Jakarta : Kawan Pustaka, 2006

Juntika, Nurihsan, Achmad. Bimbingan dan Konseling dalam berbagai latar belakang. Bandung : RefikaAditama, 2007

Ketut Sukardi, Dewa. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseing di Sekolah. Jakarta : RinekaCipta.2008

Komalasari, Gantina dkk. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks, 2011

Mappiare Andi AT. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011

Meleong, Lexy J. Metodologi Kuantitatif.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013

Monicka. Perilaku School Bullying pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Delegan2, Dinginan, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta 2014, Tersedia: https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=LrMMV5OhFoSr0ATk0byQDw#q=jurnal+bullyi+monica+putri+kusuma,h,13.(Diakses Pada Tanggal 10 Juni 2017,jam 15:45)

Prayitno dan Erman Amti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta, 2004

Prayitno. Seri Layanan Konseling Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok. Padang, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu dan Pendidikan Universitas Negeri Padang. 2004

Prihatin Rizki dkk, “Penggunaan Teknik Role PlayingUntuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Kelas XII MIA SMA Negeri 5 Palu”. (Jurnal Konseling dan Psikoedukasi. Vol. 1. No. 1,Juni 2016).

Subagio, Heru. Role Playing. Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 2013
Sudjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2008

Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 2013


1 komentar:

  1. Chumba Casino Resort - Cherokee, NC Casino Web - Choctaw
    Chumba Casino Resort in Cherokee, North Carolina is titanium tubing a casino resort on 바카라 the Qualla Boundary w88 in 1xbet Cherokee, North หารายได้เสริม Carolina.

    BalasHapus