Jumat, 22 September 2017

SEJARAH PERKATAAN LOGIKA



 Sejarah Perkataan Logika

Filsafat tidak memberikan jawaban atas pemecahan persoalan filsafat dengan suatu jawaban yang dapat diuji kebenarannya dengan metode empiris atau yang dapat dibuktikan dengan pengujian-pengujian eksperimental. Pemecahan terhadap persoalan filsafat hanya dapat dilakukan melalui pemikiran yang sungguh-sungguh dan mendalam.  Dengan kata lain, keberlangsungan filsafat harus didukung dengan adanya penalaran (reasoning) dan perbincangan (argument). Semua tema ini dibicarakan dalam logika. Untuk memahami apa itu logika dapat dilihat dari sejarah perkataan logika dan arti logika dari para filsuf dan ilmuwan.  
Perkataan logika diturunkan dari kata sifat logike, bahasa yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 Sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. (K. Bertens, 1975, hlm. 137-138).
Disamping dua filsuf diatas (Cicero dan Alexander Aphrodisias), Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah analitika dan dialetika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar, sedangkan Dialetika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. (K. Bertens, 1975, hlm. 138).
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu  ilmu pengetahuan praktis, produktif, dan teoritis. ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politik. Kemudian ilmu pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang, yakni fisika, matematika, dan "filsafat pertama". Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah. (Bertens, 1975, hlm. 138).
Menurut Aristoteles, filsafat pertama (prote philosophia) adalah ilmu tentang peradaan sebagai peradaan. pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisika. Aristoteles membagi pengetahuan rasional menjadi tiga jenis pengetahuan, yakni pengetahuan teoritis, pengetahuan praktis, dan pengetahuan produktif.
Analitika dan dialektika oleh Aristoteles tidak dimasukkan kedalam pembagian pengetahuan rasional, sebab bagi Aristoteles kedua hal tersebut dianggap sebagai alat di luar Episteme yang justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan tersebut. Karena dianggap sebagai alat ilmu itulah maka himpunan mengenai karya tentang penalaran oleh para pengikut Aristoteles kemudian disebut Organon.
Dalam abad pertengahan ototritas Aristoteles diakui sedemikian tingginya sehingga karya-karya logikanya kemudian diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas. dalam abad pertengahan dikenal istilah Latin Ars yang pengertiannya meliputi usaha mencari pengetahuan, ilmu teoritis, dan ilmu praktis, serta seni kerajinan. Dengan meneruskan konsepsi klasik mengenai corak pendidikan yang dianggap cocok bagi para warga "bebas" yang dilahirkan merdeka, dalam abad pertengahan dikenal adanya Artes Liberalis(Studi Bebas) yang logika termasuk di dalamnya. Studi ini meliputi tujuh macam pengetahuan atau pelajaran yang oleh Martinus dibaginya menjadi dua kelompok yang kemudian terkenal sebagai Quadrium/ Empat Serangkai (aritmetik; Astronomi; Geometri; dan Teori Musik) dan Trivium/ Tiga Serangkai (Gramatik; Retorika; dan Logika)(The Liang Gie, dkk., 1980). 
Jadi, kalau pada zaman Yunani Kuno, Logika oleh Aristoteles dianggap sebagai suatu jenis pengetahuan yang berkedudukan diluar semua jenis pengetahuan rasional, dalam abad pertengahan logika telah mulai dianggap sebagai satu diantara berbagai pengetahuan.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata logika pada umunya dipandang sebagai salah satu capang filsafat. Ini terbukti dari pembagian filsafat yang banyak dilakukan para ahli filsafat dan filsuf selalu memasukkan logika termasuk dalam cabang filsafat, diantaranya sebagai berikut: 
  1. Louis O. Kattsoff menyebutkan bahwa cabang-cabang filsafat adalah logika, metodologi, metafisika, epistemologi, filsafat biologi, filsafat psikologi, filsafat antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan filsafat agama.
  2. The Liang Gie membagi filsafat sistematis menjadi:
            a.Metafisika (filsafat tentang hal ada);
     b. Epistemologi (teori pengetahuan);
     c. Metodologi (teori tentang metode);
     d. Logika (teori tentang penyimpulan);
     e. Etika (teori tentang pertimbangan moral);
      f. Estetika (teori tentang keindahan);
      g. sejarah filsafat, (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hlm. 19).
Daftar Pustaka :
Surajiyo, Astanto Sugeng, Andini Sri dan Andiani Sri. 2005.Dasar-Dasar Logika.
         Jakarta: PT Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar