Sabtu, 21 April 2018

KONSELING POPULASI KHUSUS ANAK JALANAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Fenomena anak jalanan dan anak panti asuhan di Indonesia adalah hal yang harus ditanggapi secara serius karena mereka juga calon pemimpin masa depan kita. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah.
Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya.
Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 1998 memperlihatkan bahwa anak jalanan secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Dua tahun kemudian, tahun 2000, angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 5,4%, sehingga jumlahnya menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun yang sama, anak yang tergolong rawan menjadi anak jalanan berjumlah 10,3 juta anak atau 17, 6% dari populasi anak di Indonesia, yaitu 58,7 juta anak (Soewignyo, 2002). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Apakah definisi dari anak jalanan?
2.      Apa saja faktor yang mempengaruhi anak jalanan?
3.      Apakah karakteristik anak jalanan?
4.      Bagaimana Upaya Konseling Populasi menangani anak jalanan?


1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui definisi dari anak jalanan
2.      Untuk mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi anak jalanan
3.      Untuk mengetahui bagaimana karakteristik anak jalanan
4.      Untuk mengetahui upaya konseling populasi dalam menangani anak jalanan.

1.4Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui segi kehidupan anak jalanan dan juga dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997).
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang  berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Pada dasarnya anak jalanan adalah anak yang tinggal dijlanan hidup dijalanan mencari uang dijalanan untuk kebutuhan mereka sehari-hari agar dapat melangsungkan kehidupan mereka dan tak jarang mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya kepada mereka misalnya mendapat kekersan fisik dari lingkungannya dalam hal ini kehidupan anak jalanan sangat memperihatinkan.
Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Menurut kak Seto (Komnas Anak) Lebih dari 70% anak di Jakarta berada dalam kondisi mencemaskan dan rawan menjadi anak jalanan, selebihnya 30% adalah anak rumahan yang tinggal dengan orang dewasa, dan setiap saat terkadang menerima tekanan dari orang tua/orang dewasa yang tinggal bersamanya. Kondisi kemiskinan sangat mempengaruhi pertumbuhan (kehidupan) anak, dan karenanya sewaktu-waktu hak anak bisa terlanggar.
Kejahatan trafficking bisa saja menimpa anak jalanan, karena mereka hidup jauh dari lingkungan keluarganya dari orang dewasa / orang tuanya yang seharusnya melindungi dia. Di dalam situasi kekerasan yang dihadapi secara terus-menerus dalam perjalanan hidupnya, maka pelajaran itulah yang melekat dalam diri anak jalanan dan membentuk kepribadian mereka.
Berdasarkan data BPS tahun 2009 tercatat sebanyak 7,4 juta anak terlantar,230.000 anak jalanan, 5.952 anak yang berhadapan dengan hukum, dan ribuan anak lainnya sampai saat ini masih belum terpenuhi hak-hak dasarnya. Situasi tersebut menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan. Sebenarnya  anak-anak jalanan hanyalah korban dari konflik keluarga, komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang tidak becus mengurus rakyat. Untuk itu kampanye perlindungan terhadap anak jalanan perlu dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap anak jalanan.


2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Jalanan
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti:
1.      Kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
2.      Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua
3.      Masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua
4.      Ingin bebas
5.      Pengaruh teman

2.3Karakteristik Anak Jalanan  
1.      Cenderung tertutup.
2.      Nekad hidup dijalanan demi memenuhi kebutuhan hidup.
3.      Sukar mengendalikan diri.
4.      Jika dilihat dari psikisnya, mereka mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk mempunyai rasa penuh curiga.
5.      Mereka sangat sensitive tidak berpikir panjang (berani mengambil resiko) dan mereka  merupakan orang yang mandiri.
6.      Suka berada dijalanan daripada disekolah, walaupun ada juga yang sekolah.
7.      Penampilannya umumnya tidak terlalu diperhatikan.
8.      Suka berada ditempat yang kumuh.







2.4Upaya Konseling Populasi Menangani Anak Jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi (penghilangan harkat manusia). Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan berbagai pihak seperti sesama teman, preman atau oknum aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan lainnya.
Untuk menangani permasalahan anak jalanan harus diakui bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun Orang per orang untuk membnatu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah, maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal.
Menurut Tata Sudrajat (1996), selama ini beberapa pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak-anak jalanan adalah sebagai berikut:
1.               Street based, yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.
2.                Centre based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pada malam hari diberikan makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial.
3.               Community based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama kelurga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya.
Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997) yaitu children on the street, children of the street, children from families of the street.

3.2 Saran
Penulis sebagai penyusun makalah ini berharap makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Dan juga Dengan ditanganinya dengan baik  masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan sosial serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.









DAFTAR PUSTAKA

Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Anak Sosial. Jakarta: Kencana
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. (Ed. Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Rudy Tejalaksana, Konseling Bagi Anak-Anak Panti Asuhan, (online), tersedia : http://his-shelter-community.blogspot.com/2009/12/pelayanan-konseling-bagi-anak-anak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar